Kedekatan dalam Sepinya Gemercih Hujan
Hujan malam kemarin
sangatlah tidak terkira olehku. Betapa tidak, hujan yang dimulai sekitar pukul
empat sore itu tak henti-hentinya menurunkan airnya sampai pagi tadi.
Suara-suara rerintikan
air memecah malam. Suasana malam semakin sunyi ditemani dengan suara jangkrik
yang mendekam dibalik bebukuan untuk mencari kehangatan. Tubuhku terasa dingin,
rahangku menggigil dan tangannku mengalir keringat dingin.
Suasana semakin syahdu
dengan sepinya telepon genggamku. Tak ada dering ataupun getar selama semalaman.
Sepi terasa sangat indah, nikmat, dan menghidupkan kalbu yang berisikan
sawang-sawang laba-laba.
Suatu ketika, pikiranku
ntah lari kemana. Membayangkan semuanya bagiamana jika terjadi nanti. Masa
depanku bagaimana, bagiamana keadaan bapak ibuku dirumah, dan bagiaman kabar
mereka juga, dan bagaimana kabar mantan atau kekasih teman-teman dekatku waktu SMA. Tak ada pesan diantara kita dan hanya rentihan hujan disertai
dengan harapan-harapan yang positif.
Sudah pukul 10 malam,
hujan malah semakin menjadi-jadi. Tak deras memang, tetapi gemercih hujan sangat
menyiksa batinku.
"Selama ini aku sudah ngelakuin apa saja?"
"Selama ini aku sudah ngelakuin apa saja?"
Pertanyaan yang tiba-tiba
muncul seketika. Disitulah mulai turun titik hidupku untuk merenungi apa yang
telah kuperbuat selama ini. Ternyata ku tak sadar telah jauh. Jauh dari
siapapun baik Tuhanku, temanku maupun bapak ibuku. “Maafkan aku Pak/Bu”.
Ku ucapkan terus kata maaf
dalam linangan air mata dalam hatiku. Kepalaku semakin pusing dan tak bisa dibendung
lagi. Hal yang tak biasa kupikirkan menjadi muncul seketika. Semua kupikirkan
malam itu sampai-sampai tak bisa memfokuskan kesalah satu pertanyaan. “Bagaimana
aku kedepannya?”. Pertanyaan itulah yang mungkin salah satu yang belum bisa
terjawab.
Orang tuaku telah
menitipkan pesan kepadaku saat aku belum pergi sekolah dan sampai sekarang
pesan itu belum bisa aku jalankan dengan baik dan istiqomah.
Hujan semakin reda dan
aku mmembuat kopi hitam. Dengan harapan supaya bisa lebih rileks dan bisa
berfikir banyak. Benar saja, sambil menunggu air mendidih yang direbus dengan rice cooker, Akalku mulai sadar. Hujan datang
membawa berita bahagia bukan menyiksa ternyata. Memberikan pesan dan mengingatkan apa yang terlupa
akibat terlalu banyak memikirkan hal dunia.
Uap air sudah banyak yang
keluar menandakan air sudah mendidih dan kuseduh kopi yang gulanya sedikit itu.
Gulaku saat itu habis dan tak bisa beli karena keadaan sudah malam dan gemercih
hujan terus-menerus memerangi atap yang terbuat dari seng itu.
Hujan ternyata
mendekatkan kita kepada Sang Pencipta. Kedekatan tak selamanya dengan
sembahyang. Dikala waktu-waktu tertentu yang secara tidak disangka ternyata hal
itu bisa terjadi apalagi diwaktu kita bisa menurunkan titik hidup kita.
"Bagiamana nanti aku
dimasa depan?"
"Bagiamana rasa ibuk
bapakku kalau tau seperti ini?"
"Bagiamana aku nanti jika
sudah tua?"
"Bagaimana dan bagimana…"
Banyak sekali yang
menghadang didepan kita. Kita harus menyiapkan semuanya mulai sekarang. Dunia
semakin tua, ilmu semakin mudah dipelajari, orang semakin pintar, semakin dan
semakin. Tetapi ada satu hal yang harus kita perhatikan Adab atau Etika dalam
sosial harus kita tanamankan dalam hati.
Persaudaraan merupakan
kunci membuka hati. Jangan sampai tertutup hatimu, Nak.
Malam semakin senyap saja. Mataku sudah mulai tak kuat menyangga kelopaknya. Kumasukkan tanganku dalam sarung untuk menghilangkan kedinginan yang menusuk. Lampu kamar kubiarkan terang karena rasa takut akan sesuatu hal.Agama itu memberi kenyamanan kepada umat manusia – Gus Mus
"Drrrttt.... Drrttt ..." Tiba-tiba ponselku bergetar. Terlihat dari kejauhan ada pesan yang masuk yang sedikit memecah sepi. Kubuka perlahan sambil menutup pintu kamar. Ponsel mati tiba-tiba karena baterai nol persen.
Tidurku ditemani suara cicak dan jangkrik yang bersautan. Terimakasih kawan.
Ternyata teman sejati tak harus manusia, Jangkrik dan Cicak pun menemaku setiap hari dengan suaranya. Tapi aku baru sadar tadi malam. Semoga ada doa disetiap suara meraka menemaniku.
Bagiku, cinta yang sebenarnya datang bersama berita gembira, kesantunan, dan kerendahan hati.
Amiin . .
Post a comment for "Kedekatan dalam Sepinya Gemercih Hujan"